15 Jan 2014

[Cerpen] Kisah Sendu di Sungai Bislab

Share it Please

 


Sudah tiga hari ini kamar Andra menyiratkan Aura Kegelapan, jelas Nampak dari depan pintu kamarnya, tidak jauh beda dari penampakan Rumah Hantu. Gelap dan Suram seakan akan menyelubungi disetiap inci penampakannya, Walau di kala fajar menjelang sinar matahari melekat di pori pori permukaan tembok batu dan pintu kayunya dan akan tambah suram ketika senja menjelang. Bila dibandingkan dengan Rumah Hantu tampak luar kamarnya lebih menyiratkan kegelapan, bedanya Rumah Hantu menyiratkan Ketakutan namun kamarnya menyiratkan sebuah kesedihan.
Bukan lagi Ruang keluarga yang menjadi Center of point rumah ini, yang biasanya dipenuhi canda dan tawa seluruh penghuni rumah, melainkan tampak luar kamarnya yang memenuhi tanda Tanya di sela sela pikiran seisi penghuni rumah. Ya, Aura Kegelapan ini menular hingga ke seluruh sudut ruangan dalam rumah ini, memenuhinya dengan kesenduan.
            Semenjak datang dari Perantauannya, Andra hanya mengurung diri dalam kamarnya. Ibunya, orang paling dekat dengannya adalah yang paling khawatir, selama tiga hari ini dia hanya memberinya makan dengan hanya menyimpan baki didepan kamarnya yang berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya lalu mengetuk pintu seraya berkata dengan halus, “Andra, makananmu ibu simpan depan kamar, dimakan yah”. malamnya baki diganti lagi dengan yang baru, namun makanan yang ada dibakinya seakan akan tidak berkurang, dan berulang begitu terus selama tiga hari. hari ini hari keempat, kecurigaan ibu Andra memuncak, ada yang harus dia selesaikan pikirnya.
“tok, tok,” ibu mengetuk pintu.
“hari ini Ibu nggak bawa makanan, ibu mau makan pagi sama kamu dibawah.”
Setelah mengucapkan kalimat terakhirnya, ibu langsung pergi meninggalkan pintu kamarnya.
            Dari dalam kamar Andra hanya diam mendengar kata kata ibunya barusan, diapun sadar kalau perilakunya ini membuat seluruh penhuni rumah bingung. Namun, segelap gelapnya penampakan yang ada pada tampak luar kamarnya, jauh lebih gelap ruangan yang ada didalam hatinya, tidak, bukan hanya gelap juga suram. Dia pun menuruti ibunya, dengan muka kusut dia dengan pelan menuju pintu kamar , membukanya dan mulai meninggalkan kebiasaan barunya ini. Diapun sampai di depan tanggga, dengan pelan diapun menuruni satu persatu anak tangga yang sekarang dihadapinya.
Masih mampir diingatannya saat dia menuruni anak tangga, ketika dia menyempatkan mampir di rumah kekasihnya Rani, sesaat setelah dia turun dari pesawat. Dengan terburu buru dia ingin secepatnya bertemu dengan Rani, rasa rindunya tidak mampu dia bendung. Dia lebih memilih mampir lebih dulu ke rumah Rani daripada rumahnya sendiri. Taxi yang dia tumpangi dari bandara akhirnya tiba di depan rumah Rani, dan secepat kilat ia membayar dan turun dari taxi tersebut lalu secepat kilat pula masuk kerumah dan segera ketempat tujuan utamanya, kamar Rani. Namun, sesaat setelah sampai di depan pintu kamar Rani, kejadiaan yang menyesakkan hati menyuguhi permukaan matanya. Didepan matanya Rani berselingkuh, dipeluk dan dicumbui oleh orang lain yang bukan dirinya. Akan tetapi yang lebih menyesakkan lagi bukan seorang pria yang bercumbu dengannya, tapi…,”Arrggghhh,” Andra membuyarkan sendiri lamunannya, ia tidak mampu menyelesaikan ingatannya sampai selesai. Dia muak melihat pemandangan tersebut dia seakan akan ingin mencekik lehernya sendiri jika mengingatnya lagi, namun apa daya ingatan itu selalu mampir tanpa permisi.

***
Lagi lagi Andra tidak menghabiskan makanannya, masih tersisa banyak di makanan yang ada dipiringnya, tidak sampai tiga sendok dia habiskan dari piring makannya. Masih seperti 3 hari sebelumnya, nafsu makannya sedikitpun tidak meningkat. Raut wajahnya yang kusut baru kali ini di lihat oleh ibunya, namun ibunya masih melanjutkan kegiatan mencuci piringnya.
“Andra….” Sambil mencuci ibu menyapa.
Tangan Andra memangku wajahnya, lalu menjawab “iya bu”
            “kamu kenapa ?”
            “nggak apa apa”
            “kuliah kamu bermasalah ?”
            “nggak, baik baik saja”
            “kost kamu yang bermasalah ?”
            “nggak juga,”
            “disana kamu nggak punya teman ?”
            “nggak kok,”
“lalu ?”
            “nggak apa apa”
            Ibunya menarik nafas,
            “Rani ?”
            “……”
            Andra terdiam, tatapannya kosong.
            Ibu pun mengerti duduk persoalannya, dan tebakannya benar. Tidak ada yang bisa membuat hati lelaki dulunya periang menjadi sesendu ini, kecuali dibuat sendu oleh wanita yang bernama Rani itu. Ibu pun segera menyelesaikan cuciannya dan mengatur piring piringnya di rak dengan rapih. Setelah selesai ibu mencuci tangan lalu duduk dikursi seberang meja makan, tepat didepan Andra yang sedang memangku wajah dengan tangannya sambil menatap kosong kearah lain.
            Ibu mengambil apel lalu mengupas kulitnya.
“Andra, yang ibu tahu, sudah banyak kisah dalam hubungan kalian. Ada suka dan duka, walaupun kadang kisahnya suram wajahmu tetap bahagia, Ibu rasakan itu selama tiga tahun ini, namun dalam tiga hari ini ibu tidak melihat itu lagi, atau apakah memang di perantauan kuliah wajahmu memang selalu begini ?”
            Andra masih terdiam Sendu
            “dalam suatu kisah, yang ibu tahu selalu ada suka dan duka, dan ada selalu awal dan akhir. Hanya kewajiban saja yang tidak ada akhirnya”
            Ibu melirik Andra, lalu kembali mengupas.
            “Kecewa, semua orang pernah merasakannya. Dan bila dikecewakan kita rasanya sulit untuk memberi kesempatan lagi. Selalu ada ego.”
            Andra masih diam, ibu lanjut memotong buah anggur dan apelnya.
            “yang harus dilakukan orang kecewa adalah berfikir sejernih jernihnya, mencoba membuang rasa Ego. Mencoba melepaskan segala rasa benci, membuka sedikit demi sedikit jalan untuk Rasa Sakit yang terendap dihati, melepaskannya. Memang butuh waktu, untuk menyusun kembali Logika yang terpecah belah, namun lebih cepat dapat menjadikan Jiwa dan Raga lebih terasa nyaman.”
            Ibu beranjak dari kursinya menuju kulkas untuk mengambil mayonaise dan keju.
            “Hati itu bukanlah ketinggian tapi kedalaman,”
Andra mengangkat kepala dari topangan tangannya.
Ibu membuka kulkas, lalu mencari cari Mayonaise dan Keju. Mengambil yang secukupnya dan setelah merasa pas lalu menutup kembali kulkas.
“ibu…” Andra tiba tiba muncul dari balik kulkas, wajahnya masih sendu
“eh….” Ibu pun sontak merasa kaget, karena merasa aura gelap hadir di balik kulkasnya.
“kenapa ?, aduh… kamu bikin kaget saja” ibu melanjutkan.
Dengan sedikit tertunduk Andra menjawab “aku mau keluar dulu, mencari angin, boleh ?”
“boleh,”
“tapi makan dulu ini saladnya, sayang sudah capek capek dibuat” ibu menambahkan.
Dengan Sedikit senyum Andra mengangguk tanda memenuhi permintaan ibunya. Ibupun membalas senyum kusut anak kesayangannya itu dengan senyuman manis.

***
Desahan demi desahan air sungai mengiringi telinga Andra yang sedang duduk diatas Batu kali besar dipinggir sungai, derasnya sungai memerciki kakinya hingga sedikit basah. Pepohonan hutan berbaris rapih dibelakangnya, membuatnya sedikit teduh dari sinar matahari yang menyengat. ia duduk dan melingkarkan tangan di lutunya, memperhatikan aliran sungai yang deras tersebut sambil merenung, tidak terasa hampir sejam sudah ia disana. Kata kata ibu masih melekat dikepalanya, ibu yang selalu mengerti keadaan Andra. Kini kepalanya dihinggapi kenangan masa lalu tentang Rani, di sungai ini mereka suka mandi dan berpiknik ria hanya untuk sekedar menghabiskan waktu dikala senggang. Semakin sesak dada Andra mengingat kenangan itu.
Mereka suka menghabiskan waktu disini, sering menikmati alam bebas hanya berdua saja. Sungai Bislab, begitulah orang orang menyebutnya. Sungai besar yang di penuhi batu batu yang besar pula. Tebing serta hutan yang Asri di bibir sungai menambah indah tempat ini. setiap orang akan merasa lebih tenang bila telah sampai disini, seakan akan disihir oleh kesederhanaan tempat ini, ya kesederhanaan itulah yang membuatnya nyaman, tanpa Polusi dan Radikal Bebas.
Andrapun bangkit dari duduknya, menatap sungai dengan tatapan datar lalu sedikit balik kekiri, ia sadar kalau ada bayangan datang tidak jauh dari tempatnya. Pelan pelan sosok bayangan itu sedikit mendekati Andra, Andra tahu betul siapa sosok tersebut. Seorang wanita dengan rambutnya yang panjang terurai, Rani. Kekasih hati yang membuat logika andra terpecah belah, akibat kejadian tiga hari yang lalu.
            “banyak kenangan terjadi disini, ditempat yang sederhana nan indah ini” Andra angkat bicara
            Rani hanya diam lalu kepalanya dengan sedikit tertunduk
            “bermain bersama, menghabiskan waktu dengan Romantisme ala kita. Ckck”
            “….”
            “bermain air, saling mencipratkan air dibadan, lalu berjemur ala bule, dan kita sama sama tahu bukan laut, melainkan sungai. Tertawa dan bercanda ria bersama, menceritakan hal hal yang tidak pernah diceritakan orang, dan saat kubawakan kue kesukaanmu, kau tidak pernah sekalipun kau pelan pelan memakannya, kau selalu seperti monster. Dan kaupun sering tersedak memakannya, lalu segera kuambilkan minum ”
            “….” Rani masih bisu
            “dan sebelum pulang kita selalu bercerita tentang masa masa yang kita lalui, dan kaupun selalu bertanya hal yang sama di akhir ceritamu, menanyakan kenapa kita masih bersama. kitapun selalu menjawab dengan jawaban yang yang sama,….”
            “kita sama sama suka sesuatu hal yang baru dan beda” Rani memotong
            “hahah, tak kusangka kau masih mengingatnya, ku kira kau sudah membuangnya !”
            Rani mengangkat kepalanya, “membuang apa Andra ?”
            “membuang apa katamu ? kenangan ini gadisku…., ckck”
            “Maaf Andra,” suara rani pelan
            “hatiku Perih Ran, memangnya aku pernah buat salah sama kamu ? hingga kamu tikam aku dengan perilakumu itu. Kamu meragukan aku Rani, sementara aku tidak pernah merasa Ragu sedikitpun padamu hingga kejadian itu. Selama ini aku memang jauh, tapi sedetikpun itu tidak pernah menutupi rasa Sayangku padamu, dan Kamu sendiri seakan akan tidak pernah tahu aku ini sayang sama kamu, kamu sakit Rani…. Kamu sakit !”
            Dalam diam Rani hanya kaget, baru kali ini Andra berkata kasar kepadanya
            “Maaf Rani, ini memang akhirnya. Hanya aku saja yang sayang kepadamu, kamu yang tidak pernah sayang padaku”
Andrapun pergi berlalu, meninggalkan rani. Jajaran batu kali yang dipijak Andra mengantarnya pergi, langkahnya kokoh tidak ada keraguan.
“Aku Sayang kamu, Andra….”
Suara pelan rani barusan masih sempat ditangkap oleh telinga Andra yang makin menjauh. Kata sayang yang baru Andra dengar dari mulut Rani, yang Andra baru dapatkan dan dia Rindukan. Walaupun begitu dia masih tetap kokoh melangkahkan kakinya, menjauhi tempat Rani Berdiri. Semakin lama bayangannya berangsur angsur menghilang. Walaupun tempat ini menenangkan, namun belum bisa memadamkan rasa kecewa Andra. Hanya membuat kepala Andra bisa berfikir lebih realistis.
 Rani menyadari Andra telah pergi menjauh, ia pun jatuh berlutut diantara batu kali dan hutan belantara. Air matanya berlinang, dia menangis terisak menyesali semua perbuatannya. Dia menyadari dalamnya rasa kecewa yang dirasakan Andra saat ini. Dia sedih, telah membuat pergi orang yang menyayangi dirinya  tanpa Ragu. diapun menutupi wajahnya, mengeluarkan semua kesedihannya kepada batu dan pohon yang mengelilingi. Dalam hatinya dia hanya bisa berkata,
“Andra, Hanya kamu satu satunya Pria yang ada dihatiku”

***

Ayam Ketawa


15 Januari 2014

1 komentar:

Followers

Follow The Author