Sudah tiga hari ini kamar Andra menyiratkan Aura Kegelapan, jelas Nampak dari depan pintu kamarnya, tidak jauh beda dari penampakan Rumah Hantu. Gelap dan Suram seakan akan menyelubungi disetiap inci penampakannya, Walau di kala fajar menjelang sinar matahari melekat di pori pori permukaan tembok batu dan pintu kayunya dan akan tambah suram ketika senja menjelang. Bila dibandingkan dengan Rumah Hantu tampak luar kamarnya lebih menyiratkan kegelapan, bedanya Rumah Hantu menyiratkan Ketakutan namun kamarnya menyiratkan sebuah kesedihan.
Bukan lagi Ruang
keluarga yang menjadi Center of point rumah ini, yang biasanya dipenuhi canda
dan tawa seluruh penghuni rumah, melainkan tampak luar kamarnya yang memenuhi
tanda Tanya di sela sela pikiran seisi penghuni rumah. Ya, Aura Kegelapan ini
menular hingga ke seluruh sudut ruangan dalam rumah ini, memenuhinya dengan
kesenduan.
Semenjak
datang dari Perantauannya, Andra hanya mengurung diri dalam kamarnya. Ibunya,
orang paling dekat dengannya adalah yang paling khawatir, selama tiga hari ini
dia hanya memberinya makan dengan hanya menyimpan baki didepan kamarnya yang
berisi nasi lengkap dengan lauk pauknya lalu mengetuk pintu seraya berkata
dengan halus, “Andra, makananmu ibu
simpan depan kamar, dimakan yah”. malamnya baki diganti lagi dengan yang
baru, namun makanan yang ada dibakinya seakan akan tidak berkurang, dan
berulang begitu terus selama tiga hari. hari ini hari keempat, kecurigaan ibu
Andra memuncak, ada yang harus dia selesaikan pikirnya.
“tok,
tok,” ibu
mengetuk pintu.
“hari
ini Ibu nggak bawa makanan, ibu mau makan pagi sama kamu dibawah.”
Setelah mengucapkan kalimat
terakhirnya, ibu langsung pergi meninggalkan pintu kamarnya.
Dari
dalam kamar Andra hanya diam mendengar kata kata ibunya barusan, diapun sadar
kalau perilakunya ini membuat seluruh penhuni rumah bingung. Namun, segelap
gelapnya penampakan yang ada pada tampak luar kamarnya, jauh lebih gelap
ruangan yang ada didalam hatinya, tidak, bukan hanya gelap juga suram. Dia pun
menuruti ibunya, dengan muka kusut dia dengan pelan menuju pintu kamar ,
membukanya dan mulai meninggalkan kebiasaan barunya ini. Diapun sampai di depan
tanggga, dengan pelan diapun menuruni satu persatu anak tangga yang sekarang
dihadapinya.
Masih mampir
diingatannya saat dia menuruni anak tangga, ketika dia menyempatkan mampir di
rumah kekasihnya Rani, sesaat setelah dia turun dari pesawat. Dengan terburu
buru dia ingin secepatnya bertemu dengan Rani, rasa rindunya tidak mampu dia
bendung. Dia lebih memilih mampir lebih dulu ke rumah Rani daripada rumahnya
sendiri. Taxi yang dia tumpangi dari bandara akhirnya tiba di depan rumah Rani,
dan secepat kilat ia membayar dan turun dari taxi tersebut lalu secepat kilat pula
masuk kerumah dan segera ketempat tujuan utamanya, kamar Rani. Namun, sesaat
setelah sampai di depan pintu kamar Rani, kejadiaan yang menyesakkan hati
menyuguhi permukaan matanya. Didepan matanya Rani berselingkuh, dipeluk dan
dicumbui oleh orang lain yang bukan dirinya. Akan tetapi yang lebih menyesakkan
lagi bukan seorang pria yang bercumbu dengannya, tapi…,”Arrggghhh,” Andra
membuyarkan sendiri lamunannya, ia tidak mampu menyelesaikan ingatannya sampai
selesai. Dia muak melihat pemandangan tersebut dia seakan akan ingin mencekik
lehernya sendiri jika mengingatnya lagi, namun apa daya ingatan itu selalu
mampir tanpa permisi.
***
Lagi lagi Andra
tidak menghabiskan makanannya, masih tersisa banyak di makanan yang ada
dipiringnya, tidak sampai tiga sendok dia habiskan dari piring makannya. Masih
seperti 3 hari sebelumnya, nafsu makannya sedikitpun tidak meningkat. Raut
wajahnya yang kusut baru kali ini di lihat oleh ibunya, namun ibunya masih
melanjutkan kegiatan mencuci piringnya.
“Andra….” Sambil mencuci ibu menyapa.
Tangan Andra
memangku wajahnya, lalu menjawab “iya bu”
“kamu kenapa ?”
“nggak apa apa”
“kuliah kamu bermasalah ?”
“nggak, baik baik saja”
“kost kamu yang bermasalah ?”
“nggak juga,”
“disana kamu nggak punya teman ?”
“nggak kok,”
“lalu
?”
“nggak apa apa”
Ibunya
menarik nafas,
“Rani ?”
“……”
Andra
terdiam, tatapannya kosong.
Ibu
pun mengerti duduk persoalannya, dan tebakannya benar. Tidak ada yang bisa
membuat hati lelaki dulunya periang menjadi sesendu ini, kecuali dibuat sendu
oleh wanita yang bernama Rani itu. Ibu pun segera menyelesaikan cuciannya dan
mengatur piring piringnya di rak dengan rapih. Setelah selesai ibu mencuci
tangan lalu duduk dikursi seberang meja makan, tepat didepan Andra yang sedang
memangku wajah dengan tangannya sambil menatap kosong kearah lain.
Ibu
mengambil apel lalu mengupas kulitnya.
“Andra, yang ibu
tahu, sudah banyak kisah dalam hubungan kalian. Ada suka dan duka, walaupun
kadang kisahnya suram wajahmu tetap bahagia, Ibu rasakan itu selama tiga tahun
ini, namun dalam tiga hari ini ibu tidak melihat itu lagi, atau apakah memang
di perantauan kuliah wajahmu memang selalu begini ?”
Andra
masih terdiam Sendu
“dalam
suatu kisah, yang ibu tahu selalu ada suka dan duka, dan ada selalu awal dan
akhir. Hanya kewajiban saja yang tidak ada akhirnya”
Ibu
melirik Andra, lalu kembali mengupas.
“Kecewa, semua orang pernah merasakannya.
Dan bila dikecewakan kita rasanya sulit untuk memberi kesempatan lagi. Selalu
ada ego.”
Andra
masih diam, ibu lanjut memotong buah anggur dan apelnya.
“yang harus dilakukan orang kecewa adalah
berfikir sejernih jernihnya, mencoba membuang rasa Ego. Mencoba melepaskan
segala rasa benci, membuka sedikit demi sedikit jalan untuk Rasa Sakit yang
terendap dihati, melepaskannya. Memang butuh waktu, untuk menyusun kembali
Logika yang terpecah belah, namun lebih cepat dapat menjadikan Jiwa dan Raga
lebih terasa nyaman.”
Ibu
beranjak dari kursinya menuju kulkas untuk mengambil mayonaise dan keju.
“Hati itu bukanlah ketinggian tapi
kedalaman,”
Andra mengangkat
kepala dari topangan tangannya.
Ibu membuka kulkas,
lalu mencari cari Mayonaise dan Keju. Mengambil yang secukupnya dan setelah
merasa pas lalu menutup kembali kulkas.
“ibu…” Andra tiba tiba muncul dari
balik kulkas, wajahnya masih sendu
“eh….” Ibu pun sontak merasa kaget, karena
merasa aura gelap hadir di balik kulkasnya.
“kenapa
?, aduh… kamu bikin kaget saja”
ibu melanjutkan.
Dengan sedikit
tertunduk Andra menjawab “aku mau keluar
dulu, mencari angin, boleh ?”
“boleh,”
“tapi
makan dulu ini saladnya, sayang sudah capek capek dibuat” ibu menambahkan.
Dengan Sedikit
senyum Andra mengangguk tanda memenuhi permintaan ibunya. Ibupun membalas
senyum kusut anak kesayangannya itu dengan senyuman manis.
***
Desahan demi
desahan air sungai mengiringi telinga Andra yang sedang duduk diatas Batu kali
besar dipinggir sungai, derasnya sungai memerciki kakinya hingga sedikit basah.
Pepohonan hutan berbaris rapih dibelakangnya, membuatnya sedikit teduh dari
sinar matahari yang menyengat. ia duduk dan melingkarkan tangan di lutunya,
memperhatikan aliran sungai yang deras tersebut sambil merenung, tidak terasa
hampir sejam sudah ia disana. Kata kata ibu masih melekat dikepalanya, ibu yang
selalu mengerti keadaan Andra. Kini kepalanya dihinggapi kenangan masa lalu
tentang Rani, di sungai ini mereka suka mandi dan berpiknik ria hanya untuk
sekedar menghabiskan waktu dikala senggang. Semakin sesak dada Andra mengingat
kenangan itu.
Mereka suka
menghabiskan waktu disini, sering menikmati alam bebas hanya berdua saja. Sungai
Bislab, begitulah orang orang menyebutnya. Sungai besar yang di penuhi batu
batu yang besar pula. Tebing serta hutan yang Asri di bibir sungai menambah
indah tempat ini. setiap orang akan merasa lebih tenang bila telah sampai
disini, seakan akan disihir oleh kesederhanaan tempat ini, ya kesederhanaan
itulah yang membuatnya nyaman, tanpa Polusi dan Radikal Bebas.
Andrapun bangkit
dari duduknya, menatap sungai dengan tatapan datar lalu sedikit balik kekiri,
ia sadar kalau ada bayangan datang tidak jauh dari tempatnya. Pelan pelan sosok
bayangan itu sedikit mendekati Andra, Andra tahu betul siapa sosok tersebut.
Seorang wanita dengan rambutnya yang panjang terurai, Rani. Kekasih hati yang
membuat logika andra terpecah belah, akibat kejadian tiga hari yang lalu.
“banyak kenangan terjadi disini, ditempat
yang sederhana nan indah ini” Andra angkat bicara
Rani
hanya diam lalu kepalanya dengan sedikit tertunduk
“bermain bersama, menghabiskan waktu dengan
Romantisme ala kita. Ckck”
“….”
“bermain air, saling mencipratkan air
dibadan, lalu berjemur ala bule, dan kita sama sama tahu bukan laut, melainkan
sungai. Tertawa dan bercanda ria bersama, menceritakan hal hal yang tidak pernah
diceritakan orang, dan saat kubawakan kue kesukaanmu, kau tidak pernah
sekalipun kau pelan pelan memakannya, kau selalu seperti monster. Dan kaupun
sering tersedak memakannya, lalu segera kuambilkan minum ”
“….”
Rani masih bisu
“dan sebelum pulang kita selalu bercerita
tentang masa masa yang kita lalui, dan kaupun selalu bertanya hal yang sama di
akhir ceritamu, menanyakan kenapa kita masih bersama. kitapun selalu menjawab dengan
jawaban yang yang sama,….”
“kita sama sama suka sesuatu hal yang baru
dan beda” Rani memotong
“hahah, tak kusangka kau masih mengingatnya,
ku kira kau sudah membuangnya !”
Rani
mengangkat kepalanya, “membuang apa Andra
?”
“membuang apa katamu ? kenangan ini gadisku….,
ckck”
“Maaf Andra,” suara rani pelan
“hatiku Perih Ran, memangnya aku pernah buat
salah sama kamu ? hingga kamu tikam aku dengan perilakumu itu. Kamu meragukan aku
Rani, sementara aku tidak pernah merasa Ragu sedikitpun padamu hingga kejadian
itu. Selama ini aku memang jauh, tapi sedetikpun itu tidak pernah menutupi rasa
Sayangku padamu, dan Kamu sendiri seakan akan tidak pernah tahu aku ini sayang
sama kamu, kamu sakit Rani…. Kamu sakit !”
Dalam
diam Rani hanya kaget, baru kali ini Andra berkata kasar kepadanya
“Maaf Rani, ini memang akhirnya. Hanya aku
saja yang sayang kepadamu, kamu yang tidak pernah sayang padaku”
Andrapun pergi
berlalu, meninggalkan rani. Jajaran batu kali yang dipijak Andra mengantarnya
pergi, langkahnya kokoh tidak ada keraguan.
“Aku
Sayang kamu, Andra….”
Suara pelan rani
barusan masih sempat ditangkap oleh telinga Andra yang makin menjauh. Kata sayang
yang baru Andra dengar dari mulut Rani, yang Andra baru dapatkan dan dia Rindukan.
Walaupun begitu dia masih tetap kokoh melangkahkan kakinya, menjauhi tempat Rani
Berdiri. Semakin lama bayangannya berangsur angsur menghilang. Walaupun tempat
ini menenangkan, namun belum bisa memadamkan rasa kecewa Andra. Hanya membuat kepala
Andra bisa berfikir lebih realistis.
Rani menyadari Andra telah pergi menjauh, ia
pun jatuh berlutut diantara batu kali dan hutan belantara. Air matanya
berlinang, dia menangis terisak menyesali semua perbuatannya. Dia menyadari
dalamnya rasa kecewa yang dirasakan Andra saat ini. Dia sedih, telah membuat pergi
orang yang menyayangi dirinya tanpa
Ragu. diapun menutupi wajahnya, mengeluarkan semua kesedihannya kepada batu dan
pohon yang mengelilingi. Dalam hatinya dia hanya bisa berkata,
“Andra,
Hanya kamu satu satunya Pria yang ada dihatiku”
***
Ayam Ketawa
15 Januari
2014
tutur bahasanya keren, puitis sekali awwwawww
BalasHapus